JATIMTIMES – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang telah berkomitmen meninggalkan rencana penggunaan teknologi incinerator atau sistem pembakaran pada suhu tinggi dalam pengolahan sampah dan lebih memilih menggunakan sistem pengolahan sampah melalui proses pemilahan, pencacahan, pengeringan dan pembentukan menjadi Refuse Derived Fuel atau RDF.
Di mana untuk pengolahan sampah menjadi RDF ini menggunakan sampah anorganik dan beberapa jenis sampah organik sebagai bahan baku serta campurannya. Terlebih lagi, RDF merupakan wujud dari energi terbarukan atau energi alternatif.
Baca Juga : Waspada Cuaca Panas Ekstrem! Ini Perlengkapan Ekstra yang Wajib Disiapkan Menurut Kemenkes, WHO, dan BMKG
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang Ahmad Dzulfikar Nurrahman menyampaikan, bahwa untuk pengolahan sampah di Kabupaten Malang pihaknya tidak hanya fokus semata-mata pada penggunaan incinerator, tetapi juga fokus pada penanganan residu sampah. Pasalnya, beberapa waktu yang lalu, penggunaan incinerator untuk pengolahan sampah di Kabupaten Malang masih dalam tahap perencanaan dan pegkajian.
"Karena ada beberapa perkembangan terakhir itu kita untuk mengatasi residu, kita coba bergeser ke teknologi RDF, jadi tidak ke incinerator," ujar pejabat yang akrab siapa Avi ini kepada JatimTIMES.com.
Avi menjelaskan, alasan Pemkab Malang tidak menggunakan incinerator dalam pengolahan sampah dikarenkan pada proses pengkajian tidak memungkinkan diterapkan di Kabupaten Malang. Hal itu mempertimbangkan banyaknya samah yang diolah serta residu sampah yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan suhu tinggi menggunakan incinerator.
"Kalau dari hasil kajiannya sepertinya tidak memungkinkan. Karena emisinya tidak bisa terpenuhi. Jadi untuk bisa aman itu harus dibakar dengan suhu tinggi. Kalau bahan bakarnya kurang dia tidak bisa memenuhi untuk suhu tinggi," ujar Avi.
Pasalnya, menurut Avi, penerapan penggunaan incinerator untuk mengolah sampah harus pada skala besar seperti yang telah disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI atau seperti penggabungan pengolahan sampah dari tiga daerah di wilayah Malang Raya, yakni Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu.
"Kalau incinerator itu mau dibuat itu yang skala besar seperti disampaikan Kementerian Lingkungan. Paling tidak ada 1000 sampai 2000 ton yang dikelola. Artinya kalau memang berbicara incinerator kita ngomongnya Malang Raya tidak bisa hanya Kabupaten Malang. Kalau skala kecil tidak bisa," jelas Avi.
Baca Juga : MPM Honda Jatim Gelar Servis Gratis untuk Penyandang Disabilitas di Malang
Sebagai bentuk komitmen Pemkab Malang telah meninggalkan penggunaan incinerator, Avi menyebut bahwa di APBD Kabupaten Malang Tahun Anggaran (TA) 2025 maupun Rancangan APBD Kabupaten Malang TA 2026, Pemkab Malang tidak menganggarkan pembelian alat incinerator untuk pengolahan sampah. "Tidak ada (penganggaran untuk alat incinerator di APBD TA 2025 dan APBD TA 2026). Kemarin masih perencanaan," imbuh Avi.
Oleh karena itu, pihaknya lebih memilih menggunakan sistem pemilahan, pencacahan, pengeringan dan pembentukan menjadi RDF. Di mana metode ini dirasa lebih efektif untuk mengolah sampah di Kabupaten Malang menjadi energi yang terbarukan atau energy alternatif.
"Kalau RDF ini kan kita hanya menyediakan bahan baku dan yang membakar nanti pabrik semen, bukan kita yang membakar. Karena incinerator ini juga harus ada kajian emisi, ada juga terkait dengan operational cost nya apakah cukup bisa untuk mengelola. Ini makanya sementara ini untuk waste to energy nya kita arahkan ke RDF," pungkas Avi.